Kamis, 16 April 2015

FILSAFAT, ILMU DAN AGAMA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Manusia begitu ia dilahirkan tidak tahu dan tidak mengenal dengan apa-apa yang ada disekitarnya, bahkan dengan dirinya sendiri. Ketika manusia mulai mengenal dirinya, kemudian mengenal alam sekitarnya, karena manusia adalah sesuatu yang berpikir, maka ketika itu dia mulailah ia memikirkan dari mana asal sesuatu, bagaimana sesuatu, untuk apa sesuatu, kemudian apa manfaatnya sesuatu itu. Ada tiga hal yang menjadi alat bagi manusia untuk mencari kebenaran, yaitu filsafat, ilmu dan agama. Walaupun tujuan ketiga aspek ini untuk mencari kebenaran, namun ketiganya tidak dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang sama (sinonim). Secara umum, filsafat dianggap sesuatu yang sangat bebas karena ia berpikir tanpa batas. Sedangkan agama, lebih mengedepankan wahyu/ilham dari zat yang dianggap Tuhan.1 Segala sesuatu yang berasal dari Tuhan, dalam perspektif agama adalah sebuah kebenaran yang tidak dapat ditolak. Sedangkan ilmu adalah sebuah perangkat metode untuk mencari kebenaran.
Antara filsafat dan Ilmu, sama-sama tidak memiliki tokoh sentral sebagaimana agama yang mensentralkan Tuhan. Dengan kata lain, dapat dikatakan setiap masalah yang dihadapi manusia, maka mereka akan menggunakan tiga macam alat untuk mencapai penyelesaiannya. Sebagian ahli agama menjadikan filsafat dan ilmu sebagai alat untuk mempertajam pemahaman terhadap agama, sehingga kebenaran terhadap agama semakin kuat.2 Sedangkan ahli filsafat melihat agama dengan pemikiran yang mendalam, sehingga seorang filosof mendapat kebenaran yang paling hakiki. Sedangkan ilmu pengetahuan, sebenarnya sebuah alat yang sangat sederhana, karena ia dapat digunakan oleh semua orang dalam kapasitas dan kemampuan masing-masing manusia. Pemahaman terhadap ketiga aspek ini, cukup urgen bagi setiap orang, karena semua orang pasti membutuhkan pemahaman terhadap persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana hubungan ketiga aspek tersebut? Adalah pertanyaan yang akan dicoba jawab dalam tulisan ini.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Bagaimana kedudukan filsafat, ilmu pengetahuan dan agama ?
1.2.2        Apa persamaan dan perbedaan antara filsafat, ilmu pengetahuan dan agama?
1.2.3        Bagaimana hubungan antara filsafat, ilmu aengetahuan dan agama ?

1.3  Tujuan Makaah
1.3.1        Untuk mengetahui kedudukan filsafat, ilmu pengetahuan dan agama
1.3.2        Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan antara filsafat, ilmu pengetahuan dan agama
1.3.3        Untuk mengetahui hubungan antara filsafat, ilmu pengetahuan dan agama

1.4  Manfaat Makalah
Manfaat dari makalah ini yaitu untuk menambah pengetahuan serta wawasan tenteng kedudukan dan hubungan antara filsafat, ilmu pengetahuan dan agama

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Kedudukan Filsafat, Ilmu Pengetahuan dan Agama
2.1.1        Pengertian Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia atau philosophos. Philos atau philein berarti teman atau cinta, dan shopia shopos kebijaksanaan, pengetahuan, dan hikmah atau berarti.  Filsafat berarti juga mater scientiarum yang artinya induk dari segala ilmu pengetahuan. Kata filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki padanan kata falsafah (Arab), philosophie (Prancis, Belanda dan Jerman), serta philosophy (Inggris). Dengan demikian filsafat berarti mencintai hal-hal yang bersifat bijaksana (menjadi kata sifat) bisa berarti teman kebijaksanaan (kata benda) atau induk dari segala ilmu pengetahuan. Filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran/ rasio belaka. Berikut beberapa pendapat tentang pengertian filsafat:
a.       Phytagoras (572-497 SM) ditahbiskan sebagai orang pertama yang memakai kata philosopia yang berarti pecinta kebijaksanaan (lover of wisdom) bukan kebijaksanaan itu sendiri.
b.      Menurut Harun Nasution filsafat adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tak terikat tradisi, dogma atau agama) dan dengan sedalam dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan
c.       Menurut Plato ( 427-347 SM) filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada.
d.      Aristoteles (384-322 SM) yang merupakan murid Plato menyatakan filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda.
e.       Marcus Tullius Cicero (106 – 43 SM) mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaha untuk mencapainya.
f.       Al Farabi (wafat 950 M) filsuf muslim terbesar sebelum Ibnu Sina menyatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakekatnya yang sebenarnya.
g.      Descartes (1590–1650) mendefinisikan filsafat sebagai kumpulan ilmu pengetahuan tentang tuhan, alam dan manusia.
h.      Immanuel Kant (1724 –1804) mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan. Menurut kant ada empat hal yang dikaji dalam filsafat yaitu: apa yang dapat manusia ketahui? (metafisika), apa yang seharusnya diketahui manusia?(etika), sampai dimana harapan manusia? (agama) dan apakah manusia itu? (antropologi).
i.        Harold H.Titus mengemukakan 4 pengertian filsafat. adalah : (1) satu sikap tentang hidup dan tentang alam semesta(Philosophy is an attitude toward life and the universe) (2) Filsafat adalah satu metode pemikiran reflektif dan penyelidikan Akliah(Philosophy is a method of reflective thinking and reasoned inquired)  (3) Filsafat adalah satu perangkat masalah ( philosophy is a group pf problems) (4) Fissafat ialah satu perangkat teori atau isi pikiran (philosophy is a group of system of thouhg. .8
j.        Prof. Dr. Fuad Hassan guru besar psikologi universitas indonesia menyimpulkan bahwa filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berfikir radikal dalam arti mulai dari radix suatu gejala dari akar suatu hal yang hendak dimasalahkan, dan dengan jalan penjajagan yang radikal filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulankesimpulan yang universal
k.       Al- Farabi mengatakan bahwa filsafat adalah mengetahui semua yang wujud karena ia wujud.(al-ilm bil maujudat bimahiya maujudah). Tujuan terpenting mempelajari filsafat adalah mengetahui tuhan, bahwa ia esa dan tidak bergerak, bahwa ia memjadi sebab yang aktif bagi semua yang ada , bahwa ia mengatur alam ini dengan kemurahan, kebijaksanaan dan keadilan-Nya, Seorang filosof atau al hakim adalah orang yang mempunyai pengetahuan tentang zat yang ada dengan sendirinya (al-wajibli-dzatihi), Wujud selain Allah , yaitu mahluk adalah wujud yang tidak sempurna.
l.        Ikwanushafa bagi golongan ini, filsafat itu bertingkat-tingkat , pertama cinta kepada ilmu, kemudian mengetahui hakikat wujud-wujud, menurut kesanggupan manusia dan yang terakhir ialah berkata dan berbuat sesuai ilmum mengenai lapangan filsafat diketahui ada 4 yaitu matematika, logika, fisika dan ilmu ketuhanan. Sedang ilmu ketuhanan mempunyai bagian:1. mengenal Tuhan, 2 ilmu kerohanian yaitu malaikat, 3. ilmu kejiwaan 4. Ilmu politik (politik kenabian, politik pemerintahan, politik umum, politik khusus) 5. ilmu akherat.
m.    Ibnu Sina Pembagian filsafat bagi Ibnu sina pada pokoknya tidak berbeda dengan pembagian yang sebelumnya, filsafat teori dan filsafat amalan. Filsafat ketuhanan menurut Ibnu Sina adalah: 1. ilmu tentang turunnya wahyu dan mahluk-mahluk rohani yang membawa wahyu itu, dengan demikian pula bagaimana cara wahyu itu disampaikan, dati sesuatu yang bersifat rohani kepada sesuatu yang dapat dilihat dan didengar. 2. ilmu akherat (Ma’ad) antara lain memperkenalkan kepada kita bahwa manusia ini tidak dihidupkan lagi badannya, maka rohnya yang abadi itu akan mengalami siksa dan kesenangan.
n.      Al-Kindi ,diikalangan kaum muslimin , orang yang pertama memberikan pengertian filsafat dan lapangannya adalah Al-kindi, ia membagi filsafat 3 bagian :(1)Thibiyyat (ilmu fisika) sebagi sesuatu yang berbenda (2) al-ilm-urriyadli (matematika) terdiri dari ilmu hitung , tehnik, astronomi, dan musik, berhubungan dengan benda tapi punya wujud sendiri, dan yang tertinggi adalah (3) ilm ur-Rububiyyah (ilmu ketuhanan)/ tidak berhubungan dengan benda sama sekali

2.1.2        Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari kata ”alima (bahasa arab) yang berarti tahu, jadi ilmu maupun science secara etimologis berarti pengetahuan. Science berasal dari kata scio, scire (bahasa latin yang artinnya tahu). Secara terminologis ilmu punya pengertian yang sama yaitu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam bahasa Inggris disebut Science, dari bahasa Latin yang berasal dari kata Scientia (pengetahuan) atau Scire (mengetahui). Sedangkan dalam bahasa Yunani adalah Episteme (pengetahuan). Dalam Encyclopedia Americana, ilmu adalah pengetahuan yang bersifat positif dan sistematis. Dalam kamus Bahasa Indonesia, ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang tersusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang itu.
Pertumbuhan selanjutnya pengertian ilmu mengalami perluasan arti sehingga menunjuk ada segenap pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia. Pengertian ilmu pengetahuan adalah sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan kedalam bahasa yang bisa dimengerti oleh manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan mengingat tentang sesuatu. dalam kata lain dapat kita ketahui definisi arti ilmu yaitu sesuatu yang didapat dari kegiatan membaca dan memahami benda-benda maupun peristiwa. Beikut beberapa pendapat tentang pengertian ilmu:
a.       Paul Freedman, dalam The Principles of Scientific Research mendefinisikan ilmu sebagai: bentuk aktifitas manusia yang dengan melakukannya umat manusia memperoleh suatu pengetahuan dan senantiasa lebih lengkap dan cermat tentang alam di masa lampau, sekarang dan kemudian hari, serta suatu kemampuan yang meningkat untuk menyesuaikan dirinya dan mengubah lingkungannya serta mengubah sifat-sifatnya sendiri.
b.      The Liang Gie (1987) (dalam Surajiyo, 2010) memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia.
c.       J. Arthur Thompson dalam bukunya ”An Introduction to Science” menuliskan bahwa ilmu adalah deskripsi total dan konsisten dari fakta-fakta empiris yang dirumuskan secara bertanggung jawab dalam istilah-istilah yang sederhana mungkin.6 Secara bahasa, Ilmu berasal dari bahasa Arab: ‘alima, ya’lamu, ‘ilman yang berarti mengetahui, memahami dan mengerti benar-benar.
d.      S.Ornby mengartikan ilmu sebagai susunan atau kumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian dan percobaan dari fakta-fakta. Poincare, menyebutkan bahwa ilmu berisi kaidah-kaidah dalam arti definisi yang tersembunyi. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam proses untuk memperoleh suatu ilmu adalah dengan melalui pendekatan filsafat. 9
e.       Menurut . Slamet Ibrahim. Pada zaman Plato sampai pada masa Al-Kindi, batas antara filsafat dan ilmu pengetahuan boleh dikatakan tidak ada. Seorang filosof (ahli filsafat) pasti menguasai semua ilmu pengetahuan. Perkembangan daya berpikir manusia yang mengembangkan filsafat pada tingkat praktis dikalahkan oleh perkembangan ilmu yang didukung oleh teknologi. Wilayah kajian filsafat menjadi lebih sempit dibandingkan dengan wilayah kajian ilmu. Sehingga ada anggapan filsafat tidak dibutuhkan lagi. Filsafat kurang membumi sedangkan ilmu lebih bermanfaat dan lebih praktis. Padahal filsafat menghendaki pengetahuan yang komprehensif yang luas, umum, dan universal dan hal ini tidak dapat diperoleh dalam ilmu. Sehingga filsafat dapat ditempatkan pada posisi dimana pemikiran manusia tidak mungkin dapat dijangkau oleh ilmu.
f.       Ralfh Ross dan ernest Van Den Haag menulis bahwa ilmu itu empirical, rasional, yang umum dan bertimbun bersusun dan keempatnya serentak.
g.      Mohamad hatta menuliskan : tiap-tiap ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam satu golongan masalah yang sama tabit maupun kedudukannya tampak dari luar. Maupun menurut bangunannya dari dalam.
h.      Prof. Drs Harsojo, Guru besar antropologi di universitas Pajajaran menerangkan bahwa ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang sistematis, suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris yaitu dunia yang terikat oleh factor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati, oeh pancaindra. Suatu cara menganalisa yang mengizinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu proporsi bentuk Ilmu adalah hal-hal yang diketahui (keseluruhan dari kebenaran-kebenaran yang terkait antara satu dengan yang lainnya secara sistematis

2.1.3        Pengertian Agama
Kata agama kadangkala diidentikkan dengan kepercayaan, keyakinan dan sesuatu yang menjadi anutan. Dalam konteks Islam, terdapat beberapa istilah yang merupakan padanan kata agama yaitu: al-Din, al-Millah dan al-Syari’at. Berikut beberapa pendapat tentang pengertian agama:
a.       Ahmad Daudy menghubungkan makna al-Din dengan kata al-Huda (petunjuk). Hal ini menunjukkan bahwa agama merupakan seperangkat pedoman atau petunjuk bagi setiap penganutnya.
b.      Muhammad Abdullah Darraz mendefinisikan agama (din) sebagai: “keyakinan terhadap eksistensi (wujud) suatu dzat –atau beberapa dzat- ghaib yang maha tinggi, ia memiliki perasaan dan kehendak, ia memiliki wewenang untuk mengurus dan mengatur urusan yang berkenaan dengan nasib manusia. Keyakinan mengenai ihwalnya akan memotivasi manusia untuk memuja dzat itu dengan perasaan suka maupun takut dalam bentuk ketundukan dan pengagungan”. Secara lebih ringkas, ia mengatakan juga: bahwa agama adalah “keyakinan (keimanan) tentang suatu dzat (Ilahiyah) yang pantas untuk menerima ketaatan dan ibadah (persembahan).
c.       Daniel Djuned mendefinisikan agama sebagai: tuntutan dan tatanan ilahiyah yang diturunkan Allah melalui seorang rasul untuk umat manusia yang berakal guna kemaslahatannya di dunia dan akhirat. Fungsi agama salah satunya adalah sebagai penyelamat akal.
Dari definisi di atas, dapat dijelaskan bahwa pokok dan dasar dari agama adalah keyakinan sekelompok manusia terhadap suatu zat (Tuhan). Keyakinan dapat dimaknai dengan pengakuan terhadap eksistensi Tuhan yang memiliki sifat agung dan berkuasa secara mutlak tanpa ada yang dapat membatasinya. Dari pengakuan tentang eksistensi Tuhan tersebut, menimbulkan rasa takut, tunduk, patuh, sehingga manusia mengekpresikan pemujaan (penyembahan) dalam berbagai bentuk sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh suatu agama.
Makna lainnya dari agama bila dirujuk dalam bahasa Inggris Relegion (yang diambil dari bahasa Latin: Religio). Ada yang berpendapat berasal dari kata Relegere (kata kerja) yang berarti “membaca kembali” atau “membaca berulang-ulang”. Sedangkan pendapat lainnya mengatakan berasal dari kata Religare yang berarti mengikat dengan kencang. Dalam makna tersebut penekanannya ada dua, yaitu pada adanya ikatan antara manusia dengan Tuhan, dan makna membaca, dalam arti adanya ayat-ayat tertentu yang harus menjadi bacaan bagi penganut suatu agama.
Esensi agama adalah untuk pembebasan diri manusia dari penderitaan, penindasan kekuasaan sang tiran untuk kedamaian hidup. Islam, seperti juga Abrahamic Religious keberadaannya untuk manusia (pemeluknya) agar dapat berdiri bebas di hadapan Tuhannya secara benar yang diaktualisasikan dengan formulasi taat kepada hukum-Nya, saling menyayangi dengan sesama, bertindak adil dan menjaga diri dari perbuatan yang tidak baik serta merealisasikan rasa ketaqwaan. Dasar penegasan moral keagamaan tersebut berlawanan dengan sikap amoral. Dalam implementasinya institusi sosial keagamaan yang lahir dari etika agama sejatinya menjadi sumber perlawanan terhadap kedhaliman, ketidak-adilan, dan sebagainya.
Dari ungkapan di atas, dapat dipahami bahwa agama juga mengandung pemahaman tentang adanya unsur agama yang memiliki peran penting untuk mengharmoniskan kehidupan manusia. Dengan agama, suatu komunitas menjadi saling menyayangi sesama manusia walaupun memeluk agama yang saling berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa agama tidak semata-mata interaksi manusia dengan Tuhan, tetapi juga menuntut sikap yang saling menyayangi sesama manusia, walaupun berbeda agama sekalipun. Untuk itu makna agama dapat dikatakan sangat luas, termasuk juga sebagai wadah membina sikap saling saying menyayangi sesama manusia. Dengan kata lain, agama bukan hanya mengatur urusan penyembahan manusia terhadap Tuhannya, tetapi juga mengatur pola hidup manusia yang lebih baik melalui sikap saling kasih mengasihi sesama mereka.
Selanjutnya, agama juga didefinisikan sebagai suatu keyakinan (iman) kepada sesuatu yang tidak terbatas (muthlak). Hal ini seperti dikatakan oleh Herbert Spencer bahwa faktor utama dalam agama adalah iman akan adanya kekuasaan tak terbatas, atau kekuasaan yang tidak bisa digambarkan batas waktu atau tempatnya. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu unsur terpenting dalam pemahaman tentang agama adalah adanya kekuasaan muthlak dari dzat yang dianggap pokok segala sesuatu, yaitu Tuhan. Dalam konsep ini, agama identik dengan pemahaman bahwa manusia memiliki keterbatasan dalam segala hal. Karena itu agama merupakan sebagai central dari segala sesuatu tersebut untuk dikembalikan dan diserahkan segala urusan. Kadar penyerahan segala urusan ini, memiliki tingkat yang berbeda bagi agama tertentu dan aliran tertentu.
2.2  Persamaan antara Filsafat, Ilmu Pengetahuan dan Agama
Yang paling pokok persamaan dari ketiga bagian ini adalah sama-sama bertujuan mencari kebenaran. Ilmu pengetahuan melalui metode ilmiahnya berupaya untuk mencari kebenaran. Metode ilmiah yang digunakan dengan cara melakukan penyelidikan atau riset untuk membuktikan atau mencari kebenaran tersebut. Filsafat dengan caranya tersendiri berusaha menemukan hakikat sesuatu baik tentang alam, manusia, maupun tentang Tuhan. Sementara agama, dengan karakteristiknya tersendiri memberikan jawaban atas segala persoalan asasi tentang alam, manusia, dan Tuhan. Berikut bebrapa persamaan filsafat lainnya:
2.2.1        Baik ilmu, filsafat dan agama bertujuan sekurang-kurangnya berusaha berurusan dengan hal yang sama, yaitu kebenaran.
2.2.2        Ketiganya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki obyek selengkap-lengkapnya sampai ke-akar-akarnya.
2.2.3        Ketiganya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan sebab-akibatnya.
2.2.4        Ketiganya hendak memberikan sistesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
2.2.5        Ketiganya mempunyai metode dan sistem.
2.2.6        Ketiganya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat manusia (obyektivitas), akan pengetahuan yang lebih mendasar.

2.3  Perbedaan antara Filsafat, Ilmu pengetahuan dan Agama
Terdapat perbedaan yang mencolok antara ketiga aspek tersebut, di mana ilmu dan filsafat bersumber dari akal budi atau rasio manusia. Sedangkan agama bersumberkan wahyu dari Tuhan. Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dangan cara penyelidikan (riset), pengalaman (empiri), dan percobaan (eksperimen). Filsafat menemukan kebenaran atau kebijakan dengan cara penggunaan akal budi atau rasio yang dilakukan secara mendalam, menyeluruh, dan universal. Kebenaran yang diperoleh atau ditemukan oleh filsafat adalah murni hasil pemikiran (logika) manusia, dengan cara perenungan (berpikir) yang mendalam (radikal) tentang hakikat segala sesuatu (metafisika). Sedangkan agama mengajarkan kebenaran atau memberi jawaban tentang berbagai masalah asasi melalui wahyu atau kitab suci yang berupa firman Tuhan.
Kebenaran yang diperoleh melalui ilmu pengetahuan dengan cara penyelidikan tersebut adalah kebenaran positif, yaitu kebenaran yang masih berlaku sampai dengan ditemukan kebenaran atau teori yang lebih kuat dalilnya atau alasannya. Kebenaran filsafat adalah kebenaran spekulatif, berupa dugaan yang tidak dapat dibuktikan secara empiris, riset, dan eksperimen. Baik kebenaran ilmu maupun kebenaran filsafat, keduanya nisbi (relatif). Sedangkan kebenaran agama bersifat mutlak (absolut), karena ajaran agama adalah wahyu yang diturunkan oleh yang maha benar, yang maha mutlak. Berikut beberapa perbedaan filsafat lainnya:
2.3.1        Gambaran umum
Ø  Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan (mengembarakan atau mengelanakan ) akal budi secara radikal (mengakar) dan integral, serta universal (mengalam), tidak merasa terikat oleh ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri yang bernama logika.
Ø  Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan (riset, research), pengalaman (empiri), dan percobaan (eksperimen) sebagai batu ujian.
Ø  Manusia mencari dan menemukan kebenaran dengan dan dalam agama dengan jalan mempertanyakan (mencari jawaban tentang) berbagai masalah asasi dari atau kepada kitab suci, kodifikasi firman ilahi untuk manusia
2.3.2        Obyek material (lapangan)
Ø  Filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada (realita).
Ø  Ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris juga bersifat eksperimental. Artinya, ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing secara kaku dan terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak dalam disiplin tertentu.
Ø  Agama dipraktekkan oleh orang yang beriman
2.3.3        Obyek formal (sudut pandangan)
Ø  Filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar.
Ø  Ilmu  pengetahuan bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Di samping itu, obyek formal itu bersifat teknik, yang berarti bahwa cara ide-ide manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan realita.
Ø  Agama memberikan kejelasan tentang fenomena yang terjadi
2.3.4        Cara mendapatkan sesuatu
Ø  Filsafat dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan, kegunaan filsafat timbul dari nilainnya
Ø  Ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error. Oleh karena itu, nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis.
Ø  Agama dilakukan dengan melihat sumber-sumber hukum agama yang terkait yang sudah dipastikan kebenarannya karena bersumber dari Tuhan.  
2.3.5        Isi yang dimuat
Ø  Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman realitas sehari-hari,
Ø  Ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan secara logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
Ø  Agama, memperjelas tentang semua yang terjadi di alam ini bahwa semua itu adalah kehendak Tuhan yang sudah digariskan oleh Tuhan
2.3.6        Hal yang ditunjukan
Ø  Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir, yang mutlak, dan mendalam sampai mendasar (primary cause)
Ø  Ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, yang lebih dekat, yang sekunder (secondary cause).
Ø  Agama memberikan kejelasan tentang semua yang terjadi
2.3.7        Sumber
Ø  Filsafat bersumber pada kekuatan akal,
Ø  Ilmu bersumber pada kekuatan akal
Ø  Agama bersumber pada wahyu.
2.3.8        Sebab terjadinya
Ø  Filsafat didahului oleh keraguan,
Ø  Ilmu didahului oleh keingintahuan,
Ø  Agama diawali oleh keyakinan dan keimanan
2.3.9        Hal yang diungkap
Ø  Filsafat mengungkapkan makna dan kebenaran hidup
Ø  Ilmu pengetahuan mengungkapkan kebenaran hidup

2.3.10    Metode Pencapaian Kebenaran
Ø  Filsafat dengan wataknya sendiri yang menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun tentang manusia (yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu, karena diluar atau di atas batas jangkauannya), ataupun tentang tuhan.
Ø  Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari kebenaran tentang alam dan manusia.
Ø  Agama dengan karakteristiknya memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia ataupun tentang tuhan.

2.4  Hubungan antara Filsafat, Ilmu Pengetahuan dan Agama
Sejarah umat manusia sesungguhnya tidak pernah lepas dari usaha pencarian Tuhan. Umat manusia melakukan pencarian demi pencarian Tuhan yang sebenarnya. Bagi sebagian orang, agama memang menjadi jawaban. Namun demikian, sejak ratusan tahun bahkan ribuan tahun silam, dunia telah diramaikan oleh para filsuf yang selalu terlibat dalam pembicaraan ketuhanan (teologi), bahkan dalam wacana tentang asal-usul alam semesta (ontologi) dan ilmu pengetahuan (epistemologi).
Manusia menjalani liku-liku perjalanan dalam upaya mencari Tuhan. Sebagian besar dari mereka benar-benar menemukan Tuhan. Akan tetapi, sebagian lainnya terlena dalam impian yang tak jelas ketika mencoba memaksakan diri untuk menjangkau hakekat Tuhan yang sesungguhnya. Mereka terlalu jauh mengembara di belantara metafisisme, sehingga tak sedikit yang masuk ke dalam perangkap skeptisisme, bahkan ateisme. Dalam konteks agama sikap ini tentu saja kontraproduktif, sekaligus kontraproduktif dengan semangat keagamaan yang selalu memerintahkan manusia untuk memikirkan hal-hal yang indrawi dan rasional ketika berbicara tentang eksistensi, bukan esensi Tuhan sebagai Pencipta.
Namun demikian, konstribusi filsafat dan ilmu dalam mengantarkan keimanan kepada Tuhan bukannya tidak ada. Dalam batas-batas tertentu, filsafat dan ilmu bisa mendukung berbagai bukti kebenaran eksistensi dan kekuasaan Tuhan yang telah banyak diungkap oleh agama.
Pada prinsipnya antara ilmu, filsafat, dan agama mempunyai hubungan yang erat dan saling terkait antara satu dan lainnya. Di mana ketiganya memiliki kekuatan daya gerak dan refleksi yang berasal dari manusia. Dalam diri manusia terdapat daya yang menggerakkan ilmu, filsafat, dan agama yaitu melalui akal pikir, rasa, dan keyakinan. Akal pikiran manusia sebagai daya gerak dan berkembangnya ilmu dan filsafat. Sedangkan keyakinan menjadi daya gerak agama. Ilmu diperoleh melalui akal pikiran manusia dari pengalaman (empiris) dan indera (riset). Filsafat mendasarkan pada otoritas akal murni secara bebas, sedangkan agama mendasarkan diri pada otoritas wahyu.
Hubungan lain adalah bahwa filsafat identik dengan ilmu pengetahuan, sebagaimana juga filsuf  identik dengan ilmuwan. Obyek materi ilmu adalah alam dan manusia, dan obyek material filsafat adalah alam, manusia, dan Tuhan. Sedangkan obyek kajian agama adalah Tuhan. Selain itu, masih dalam kaitan antara ilmu, filsafat, dan agama, bahwa filsafat mengkaji tentang kebijaksanaan. Manusia berusaha untuk mencari kebijaksanaan, mencari dengan cara yang ilmiah tentang kebenaran. Akan tetapi, manusia tidak akan sampai pada derajat bijaksana, karena hanya Tuhan sajalah yang bersifat bijaksana. Manusia hanya berusaha untuk mencari kebijaksanaan, mencari kebenaran, dengan cara yang ilmiah. Selain itu, segala aktivitas manusia yang berkenaan dengan pemahaman terhadap dunia secara keseluruhan dengan jiwa dan pikirannya merupakan bagian dari kajian filsafat. Filsafat identik dengan agama, sama-sama mengkaji tentang kebajikan, tentang Tuhan, baik dan buruk, dan lain-lain. Itulah sebabnya maka filsafat mempunyai hubungan yang erat dengan agama di satu sisi dan ilmu pengetahuan di sisi lain.
Hubungan yang lebih dekat lagi, dapat disaksikan bahwa hal-hal yang tidak terjangkau oleh akal budi (filsafat) akan terjawab melalui wahyu atau agama. Begitu juga dengan filsafat, membahas persoalan-persoalan yang tidak terjawab oleh ilmu pengetahuan. Dengan demikian, antara ilmu, filsafat, dan agama dapat saling mengisi dan saling melengkapi. Sehingga menjadi lengkaplah sudah kebutuhan manusia untuk memahami keberadaan alam, manusia, dan Tuhan.
2.4.1        Titik Persamaan
Baik ilmu, filsafat, maupun agama bertujuan sekurang-kurangnya sama-sama mencari kebenaran. Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri, mencari kebenaran tentang alam, termasuk tentang manusia. Filsafat dengan wataknya sendiri pula, menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun tentang manusia ataupun tentang Tuhan, yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu, karena di luar atau di atas jangkauannya. Agama dengan karakteristiknya sendiri pula memberikan jawaban atas segala persoalan mendasar yang dipertanyakan manusia, baik tentang alam, tentang manusia maupun tentang Tuhan.
2.4.2        Titik Perbedaan
Baik ilmu maupun filsafat, keduanya merupakan hasil dari akal budi atau rasio manusia. Sedangkan agama bersumberkan dari wahyu Allah. Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan (riset), pengalaman (empiris), dan percobaan (eksperimen) sebagai batu ujian. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menulangkan (mengembarakan atau mengelanakan) akal budi secara radikal (mengakar), integral (menyeluruh) dan universal (alami atau mengalam) tidak merasa terikat oleh ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri bernama logika. Filsafat itu ialah rekaman petualangan jiwa dalam kosmos.
Manusia mencari dan menemukan kebenaran dengan dan dalam agama dengan jalan mempertanyakan (mencari jawaban tentang) pelbagai masalah asasi dari atau kepada kitab suci, kodifikasi firman ilahi untuk manusia di atas planet bumi ini. Kebenaran ilmu pengetahuan adalah kebenaran positif (berlaku sampai dengan saat ini), kebenaran filsafat adalah kebenaran spekulatif (dugaan yang tak dapat dibuktikan secara empiris, riset, dan eksperimen). Baik kebenaran ilmu maupun kebenaran filsafat, keduanya nisbi (relatif). Sedangkan kebenaran agama bersifat mutlak (absolut), karena agama adalah wahyu yang diturunkan oleh yang Maha Benar, Maha Mutlak, dan Maha Sempurna. Baik ilmu maupun filsafat, keduanya berangkat dari sikap sangsi atau tidak percaya. Sedangkan agama mulai dengan sikap percaya atau beriman.
2.4.3        Titik Singgung
Tidak semua masalah yang dipertanyakan manusia dapat dijawab secara positif oleh ilmu pengetahuan, karena ilmu terbatas, terutama oleh subyeknya (sang penyelidik), oleh obyeknya (baik obyek material maupun obyek formalnya) dan juga oleh metodologinya. Tidak semua masalah yang tidak atau belum terjawab oleh ilmu, lantas dengan sendirinya dapat dijawab oleh filsafat. Jawaban filsafat sifatnya spekulatif dan juga alternatif tentang suatu masalah asasi yang sama terdapat pelbagai jawaban filsafat (para filosof) sesuai dan sejalan dengan titik tolak sang ahli filsafat itu. Agama memberi jawaban tentang banyak (berbagai) soal asasi yang sama sekali tidak terjawab oleh ilmu yang dipertanyakan, namun tidak terjawab secara bulat oleh filsafat.


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Secara etimologis (asal-usul kata) filsafat berasal dari kata yunani philia (=love, cinta) dan sophia (=wisdom, kebijaksanaan). Jadi ditinjau dari pada arti etimologis istilah ini berarti cinta pada kebjaksanaan.
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang berasal dari pengamatan, studi dan pengalaman yang disusun dalam satu system untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang hal yang sedang dipelajari.
Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Baik ilmu, filsafat, maupun agama juga mempunyai hubungan lain. Yaitu ketiganya dapat digunakan untuk memecahkan masalah pada manusia. Karena setiap masalah yang di hadapi hadapi oleh manusia sangat bermcam-macam. Ada persoalan yang tidak dapat diselesaikan dengan agama seperti contohnya cara kerja mesin yang dapat dipecahkan oleh ilmu pengetahuan. Ilmu dan filsafat, kedua-duanya dimulai dengan sikap sangsi atau tidak percaya. Sedangkan agama dimulai dengan sikap percaya dan iman.