BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia begitu ia dilahirkan tidak tahu dan tidak
mengenal dengan apa-apa yang ada disekitarnya, bahkan dengan dirinya sendiri.
Ketika manusia mulai mengenal dirinya, kemudian mengenal alam sekitarnya,
karena manusia adalah sesuatu yang berpikir, maka ketika itu dia mulailah ia
memikirkan dari mana asal sesuatu, bagaimana sesuatu, untuk apa sesuatu,
kemudian apa manfaatnya sesuatu itu. Ada tiga hal yang menjadi alat bagi
manusia untuk mencari kebenaran, yaitu filsafat, ilmu dan agama. Walaupun
tujuan ketiga aspek ini untuk mencari kebenaran, namun ketiganya tidak dapat
dikategorikan sebagai sesuatu yang sama (sinonim). Secara umum, filsafat
dianggap sesuatu yang sangat bebas karena ia berpikir tanpa batas. Sedangkan
agama, lebih mengedepankan wahyu/ilham dari zat yang dianggap Tuhan.1 Segala
sesuatu yang berasal dari Tuhan, dalam perspektif agama adalah sebuah kebenaran
yang tidak dapat ditolak. Sedangkan ilmu adalah sebuah perangkat metode untuk
mencari kebenaran.
Antara filsafat dan Ilmu, sama-sama tidak memiliki
tokoh sentral sebagaimana agama yang mensentralkan Tuhan. Dengan kata lain,
dapat dikatakan setiap masalah yang dihadapi manusia, maka mereka akan
menggunakan tiga macam alat untuk mencapai penyelesaiannya. Sebagian ahli agama
menjadikan filsafat dan ilmu sebagai alat untuk mempertajam pemahaman terhadap
agama, sehingga kebenaran terhadap agama semakin kuat.2 Sedangkan ahli filsafat
melihat agama dengan pemikiran yang mendalam, sehingga seorang filosof mendapat
kebenaran yang paling hakiki. Sedangkan ilmu pengetahuan, sebenarnya sebuah
alat yang sangat sederhana, karena ia dapat digunakan oleh semua orang dalam
kapasitas dan kemampuan masing-masing manusia. Pemahaman terhadap ketiga aspek
ini, cukup urgen bagi setiap orang, karena semua orang pasti membutuhkan
pemahaman terhadap persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Bagaimana hubungan ketiga aspek tersebut? Adalah pertanyaan yang akan dicoba
jawab dalam tulisan ini.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Bagaimana
kedudukan filsafat, ilmu pengetahuan dan agama ?
1.2.2
Apa
persamaan dan perbedaan antara filsafat, ilmu pengetahuan dan agama?
1.2.3
Bagaimana
hubungan antara filsafat, ilmu aengetahuan dan agama ?
1.3 Tujuan Makaah
1.3.1
Untuk
mengetahui kedudukan filsafat, ilmu pengetahuan dan agama
1.3.2
Untuk
mengetahui persamaan dan perbedaan antara filsafat, ilmu pengetahuan dan agama
1.3.3
Untuk
mengetahui hubungan antara filsafat, ilmu pengetahuan dan agama
1.4 Manfaat
Makalah
Manfaat dari makalah
ini yaitu untuk menambah pengetahuan serta wawasan tenteng kedudukan dan hubungan
antara filsafat, ilmu pengetahuan dan agama
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kedudukan
Filsafat, Ilmu Pengetahuan dan Agama
2.1.1
Pengertian Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa
Yunani, philosophia atau philosophos. Philos atau philein berarti teman atau cinta,
dan shopia shopos kebijaksanaan,
pengetahuan, dan hikmah atau berarti.
Filsafat berarti juga mater
scientiarum yang artinya induk dari segala ilmu pengetahuan. Kata
filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki padanan kata falsafah (Arab), philosophie (Prancis, Belanda dan
Jerman), serta philosophy (Inggris).
Dengan demikian filsafat berarti mencintai hal-hal yang bersifat bijaksana (menjadi
kata sifat) bisa berarti teman kebijaksanaan (kata benda) atau induk
dari segala ilmu pengetahuan. Filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab
yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran/ rasio belaka.
Berikut beberapa pendapat tentang pengertian filsafat:
a. Phytagoras
(572-497 SM)
ditahbiskan sebagai orang pertama yang memakai kata philosopia yang berarti pecinta kebijaksanaan (lover of wisdom) bukan
kebijaksanaan itu sendiri.
b.
Menurut Harun Nasution filsafat adalah
berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tak terikat tradisi, dogma
atau agama) dan dengan sedalam dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar
persoalan
c.
Menurut Plato ( 427-347 SM) filsafat adalah
pengetahuan tentang segala yang ada.
d.
Aristoteles
(384-322 SM) yang merupakan murid Plato menyatakan
filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda.
e.
Marcus
Tullius Cicero (106 – 43 SM) mengatakan bahwa
filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaha untuk
mencapainya.
f.
Al
Farabi (wafat 950 M) filsuf muslim terbesar
sebelum Ibnu Sina menyatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam yang
maujud dan bertujuan menyelidiki hakekatnya yang sebenarnya.
g. Descartes
(1590–1650)
mendefinisikan filsafat sebagai kumpulan ilmu pengetahuan tentang tuhan, alam
dan manusia.
h.
Immanuel Kant (1724
–1804) mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan
pangkal dari segala pengetahuan. Menurut kant ada empat hal yang dikaji dalam
filsafat yaitu: apa yang dapat manusia ketahui? (metafisika), apa yang seharusnya diketahui manusia?(etika), sampai dimana harapan
manusia? (agama) dan
apakah manusia itu? (antropologi).
i.
Harold
H.Titus mengemukakan 4 pengertian filsafat. adalah : (1) satu sikap
tentang hidup dan tentang alam semesta(Philosophy is an attitude toward life
and the universe) (2) Filsafat adalah satu metode pemikiran reflektif dan
penyelidikan Akliah(Philosophy is a method of reflective thinking and reasoned inquired) (3) Filsafat adalah satu perangkat masalah (
philosophy is a group pf problems) (4) Fissafat ialah satu perangkat teori atau
isi pikiran (philosophy is a group of system of thouhg. .8
j.
Prof.
Dr. Fuad Hassan guru besar psikologi
universitas indonesia menyimpulkan bahwa filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berfikir
radikal dalam arti mulai dari radix suatu gejala dari akar suatu hal yang
hendak dimasalahkan, dan dengan jalan penjajagan yang radikal filsafat berusaha
untuk sampai kepada kesimpulankesimpulan yang universal
k.
Al-
Farabi mengatakan bahwa filsafat adalah mengetahui semua yang wujud karena
ia wujud.(al-ilm bil maujudat bimahiya maujudah). Tujuan terpenting mempelajari
filsafat adalah mengetahui tuhan, bahwa ia esa dan tidak bergerak, bahwa ia
memjadi sebab yang aktif bagi semua yang ada , bahwa ia mengatur alam ini
dengan kemurahan, kebijaksanaan dan keadilan-Nya, Seorang filosof atau al hakim
adalah orang yang mempunyai pengetahuan tentang zat yang ada dengan sendirinya
(al-wajibli-dzatihi), Wujud selain Allah , yaitu mahluk adalah wujud yang tidak
sempurna.
l.
Ikwanushafa
bagi golongan ini, filsafat itu bertingkat-tingkat , pertama cinta
kepada ilmu, kemudian mengetahui hakikat wujud-wujud, menurut kesanggupan manusia
dan yang terakhir ialah berkata dan berbuat sesuai ilmum mengenai lapangan
filsafat diketahui ada 4 yaitu matematika, logika, fisika dan ilmu ketuhanan.
Sedang ilmu ketuhanan mempunyai bagian:1. mengenal Tuhan, 2 ilmu kerohanian
yaitu malaikat, 3. ilmu kejiwaan 4. Ilmu politik (politik kenabian, politik pemerintahan,
politik umum, politik khusus) 5. ilmu akherat.
m. Ibnu Sina Pembagian
filsafat bagi Ibnu sina pada pokoknya tidak berbeda dengan pembagian yang
sebelumnya, filsafat teori dan filsafat amalan. Filsafat ketuhanan menurut Ibnu
Sina adalah: 1. ilmu tentang turunnya wahyu dan mahluk-mahluk rohani yang
membawa wahyu itu, dengan demikian pula bagaimana cara wahyu itu disampaikan,
dati sesuatu yang bersifat rohani kepada sesuatu yang dapat dilihat dan
didengar. 2. ilmu akherat (Ma’ad) antara lain memperkenalkan kepada kita bahwa
manusia ini tidak dihidupkan lagi badannya, maka rohnya yang abadi itu akan
mengalami siksa dan kesenangan.
n.
Al-Kindi
,diikalangan kaum muslimin , orang yang pertama memberikan pengertian
filsafat dan lapangannya adalah Al-kindi, ia membagi filsafat 3 bagian :(1)Thibiyyat
(ilmu fisika) sebagi sesuatu yang berbenda (2) al-ilm-urriyadli (matematika)
terdiri dari ilmu hitung , tehnik, astronomi, dan musik, berhubungan dengan
benda tapi punya wujud sendiri, dan yang tertinggi adalah (3) ilm ur-Rububiyyah
(ilmu ketuhanan)/ tidak berhubungan dengan benda sama sekali
2.1.2
Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari kata ”alima (bahasa arab) yang
berarti tahu, jadi ilmu maupun science secara etimologis berarti pengetahuan. Science berasal dari kata scio,
scire (bahasa latin yang artinnya tahu). Secara terminologis ilmu punya
pengertian yang sama yaitu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam bahasa
Inggris disebut Science,
dari bahasa Latin yang berasal dari kata Scientia (pengetahuan) atau Scire (mengetahui). Sedangkan dalam bahasa Yunani adalah Episteme (pengetahuan). Dalam Encyclopedia
Americana, ilmu adalah pengetahuan yang bersifat positif dan sistematis. Dalam
kamus Bahasa Indonesia, ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang
tersusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan
untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang itu.
Pertumbuhan selanjutnya pengertian ilmu mengalami
perluasan arti sehingga menunjuk ada segenap pengetahuan sistematis yang
menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia. Pengertian ilmu
pengetahuan adalah sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang
diterjemahkan kedalam bahasa yang bisa dimengerti oleh manusia sebagai usaha
untuk mengetahui dan mengingat tentang sesuatu. dalam kata lain dapat kita
ketahui definisi arti ilmu yaitu sesuatu yang didapat dari kegiatan membaca dan
memahami benda-benda maupun peristiwa. Beikut beberapa pendapat tentang
pengertian ilmu:
a. Paul
Freedman, dalam The Principles of Scientific Research mendefinisikan
ilmu sebagai: bentuk aktifitas manusia yang dengan melakukannya umat manusia
memperoleh suatu pengetahuan dan senantiasa lebih lengkap dan cermat tentang
alam di masa lampau, sekarang dan kemudian hari, serta suatu kemampuan yang meningkat
untuk menyesuaikan dirinya dan mengubah lingkungannya serta mengubah
sifat-sifatnya sendiri.
b. The
Liang Gie (1987) (dalam Surajiyo, 2010) memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian
aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman
secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan
pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia.
c. J.
Arthur Thompson dalam bukunya ”An Introduction to Science” menuliskan bahwa
ilmu adalah deskripsi total dan konsisten dari fakta-fakta empiris yang
dirumuskan secara bertanggung jawab dalam istilah-istilah yang sederhana
mungkin.6 Secara bahasa, Ilmu berasal dari bahasa Arab: ‘alima, ya’lamu,
‘ilman yang berarti mengetahui, memahami dan mengerti
benar-benar.
d. S.Ornby
mengartikan ilmu sebagai susunan atau kumpulan pengetahuan yang diperoleh
melalui penelitian dan percobaan dari fakta-fakta. Poincare, menyebutkan bahwa
ilmu berisi kaidah-kaidah dalam arti definisi yang tersembunyi. Tidak dapat
dipungkiri bahwa dalam proses untuk memperoleh suatu ilmu adalah dengan melalui
pendekatan filsafat. 9
e. Menurut
. Slamet Ibrahim. Pada zaman Plato sampai pada masa Al-Kindi, batas antara
filsafat dan ilmu pengetahuan boleh dikatakan tidak ada. Seorang filosof (ahli
filsafat) pasti menguasai semua ilmu pengetahuan. Perkembangan daya berpikir
manusia yang mengembangkan filsafat pada tingkat praktis dikalahkan oleh perkembangan
ilmu yang didukung oleh teknologi. Wilayah kajian filsafat menjadi lebih sempit
dibandingkan dengan wilayah kajian ilmu. Sehingga ada anggapan filsafat tidak
dibutuhkan lagi. Filsafat kurang membumi sedangkan ilmu lebih bermanfaat dan
lebih praktis. Padahal filsafat menghendaki pengetahuan yang komprehensif yang
luas, umum, dan universal dan hal ini tidak dapat diperoleh dalam ilmu.
Sehingga filsafat dapat ditempatkan pada posisi dimana pemikiran manusia tidak
mungkin dapat dijangkau oleh ilmu.
f. Ralfh Ross dan ernest Van Den Haag menulis bahwa ilmu itu empirical,
rasional, yang umum dan bertimbun bersusun dan keempatnya serentak.
g. Mohamad hatta menuliskan : tiap-tiap ilmu adalah pengetahuan yang
teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam satu golongan masalah yang sama
tabit maupun kedudukannya tampak dari luar. Maupun menurut bangunannya dari
dalam.
h. Prof. Drs Harsojo, Guru besar antropologi di universitas Pajajaran
menerangkan bahwa ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang sistematis, suatu
pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris yaitu dunia
yang terikat oleh factor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat
diamati, oeh pancaindra. Suatu cara menganalisa yang mengizinkan kepada
ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu proporsi bentuk Ilmu adalah hal-hal yang
diketahui (keseluruhan dari kebenaran-kebenaran yang terkait antara satu dengan
yang lainnya secara sistematis
2.1.3
Pengertian Agama
Kata agama kadangkala diidentikkan
dengan kepercayaan, keyakinan dan sesuatu yang menjadi anutan. Dalam konteks
Islam, terdapat beberapa istilah yang merupakan padanan kata agama yaitu:
al-Din, al-Millah dan al-Syari’at. Berikut beberapa pendapat tentang pengertian
agama:
a.
Ahmad Daudy menghubungkan
makna al-Din dengan kata al-Huda (petunjuk). Hal ini menunjukkan
bahwa agama merupakan seperangkat pedoman atau petunjuk bagi setiap
penganutnya.
b.
Muhammad Abdullah Darraz
mendefinisikan agama (din) sebagai: “keyakinan terhadap eksistensi (wujud)
suatu dzat –atau beberapa dzat- ghaib yang maha tinggi, ia memiliki perasaan
dan kehendak, ia memiliki wewenang untuk mengurus dan mengatur urusan yang
berkenaan dengan nasib manusia. Keyakinan mengenai ihwalnya akan memotivasi
manusia untuk memuja dzat itu dengan perasaan suka maupun takut dalam bentuk
ketundukan dan pengagungan”. Secara lebih ringkas, ia mengatakan juga: bahwa
agama adalah “keyakinan (keimanan) tentang suatu dzat (Ilahiyah) yang pantas
untuk menerima ketaatan dan ibadah (persembahan).
c.
Daniel Djuned mendefinisikan
agama sebagai: tuntutan dan tatanan ilahiyah yang diturunkan Allah melalui
seorang rasul untuk umat manusia yang berakal guna kemaslahatannya di dunia dan
akhirat. Fungsi agama salah satunya adalah sebagai penyelamat akal.
Dari definisi di atas, dapat dijelaskan
bahwa pokok dan dasar dari agama adalah keyakinan sekelompok manusia terhadap
suatu zat (Tuhan). Keyakinan dapat dimaknai dengan pengakuan terhadap
eksistensi Tuhan yang memiliki sifat agung dan berkuasa secara mutlak tanpa ada
yang dapat membatasinya. Dari pengakuan tentang eksistensi Tuhan tersebut,
menimbulkan rasa takut, tunduk, patuh, sehingga manusia mengekpresikan pemujaan
(penyembahan) dalam berbagai bentuk sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan
oleh suatu agama.
Makna lainnya dari agama bila dirujuk
dalam bahasa Inggris Relegion (yang diambil dari bahasa Latin: Religio).
Ada yang berpendapat berasal dari kata Relegere (kata kerja) yang
berarti “membaca kembali” atau “membaca berulang-ulang”. Sedangkan pendapat
lainnya mengatakan berasal dari kata Religare yang berarti mengikat
dengan kencang. Dalam makna tersebut penekanannya ada dua, yaitu pada adanya
ikatan antara manusia dengan Tuhan, dan makna membaca, dalam arti adanya
ayat-ayat tertentu yang harus menjadi bacaan bagi penganut suatu agama.
Esensi agama adalah untuk pembebasan
diri manusia dari penderitaan, penindasan kekuasaan sang tiran untuk kedamaian
hidup. Islam, seperti juga Abrahamic Religious keberadaannya untuk
manusia (pemeluknya) agar dapat berdiri bebas di hadapan Tuhannya secara benar
yang diaktualisasikan dengan formulasi taat kepada hukum-Nya, saling menyayangi
dengan sesama, bertindak adil dan menjaga diri dari perbuatan yang tidak baik
serta merealisasikan rasa ketaqwaan. Dasar penegasan moral keagamaan tersebut
berlawanan dengan sikap amoral. Dalam implementasinya institusi sosial
keagamaan yang lahir dari etika agama sejatinya menjadi sumber perlawanan
terhadap kedhaliman, ketidak-adilan, dan sebagainya.
Dari ungkapan di atas, dapat dipahami bahwa agama juga mengandung
pemahaman tentang adanya unsur agama yang memiliki peran penting untuk
mengharmoniskan kehidupan manusia. Dengan agama, suatu komunitas menjadi saling
menyayangi sesama manusia walaupun memeluk agama yang saling berbeda. Hal ini
menunjukkan bahwa agama tidak semata-mata interaksi manusia dengan Tuhan,
tetapi juga menuntut sikap yang saling menyayangi sesama manusia, walaupun
berbeda agama sekalipun. Untuk itu makna agama dapat dikatakan sangat luas,
termasuk juga sebagai wadah membina sikap saling saying menyayangi sesama
manusia. Dengan kata lain, agama bukan hanya mengatur urusan penyembahan
manusia terhadap Tuhannya, tetapi juga mengatur pola hidup manusia yang lebih
baik melalui sikap saling kasih mengasihi sesama mereka.
Selanjutnya, agama juga didefinisikan sebagai suatu keyakinan
(iman) kepada sesuatu yang tidak terbatas (muthlak). Hal ini seperti dikatakan
oleh Herbert Spencer bahwa faktor utama dalam agama adalah iman akan adanya
kekuasaan tak terbatas, atau kekuasaan yang tidak bisa digambarkan batas waktu
atau tempatnya. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu unsur terpenting dalam
pemahaman tentang agama adalah adanya kekuasaan muthlak dari dzat yang dianggap
pokok segala sesuatu, yaitu Tuhan. Dalam konsep ini, agama identik dengan
pemahaman bahwa manusia memiliki keterbatasan dalam segala hal. Karena itu
agama merupakan sebagai central dari segala sesuatu tersebut untuk dikembalikan
dan diserahkan segala urusan. Kadar penyerahan segala urusan ini, memiliki
tingkat yang berbeda bagi agama tertentu dan aliran tertentu.
2.2 Persamaan
antara Filsafat,
Ilmu Pengetahuan dan Agama
Yang paling pokok persamaan dari ketiga
bagian ini adalah sama-sama bertujuan mencari kebenaran. Ilmu pengetahuan melalui
metode ilmiahnya berupaya untuk mencari kebenaran. Metode ilmiah yang digunakan
dengan cara melakukan penyelidikan atau riset untuk membuktikan atau mencari
kebenaran tersebut. Filsafat dengan caranya tersendiri berusaha menemukan
hakikat sesuatu baik tentang alam, manusia, maupun tentang Tuhan. Sementara
agama, dengan karakteristiknya tersendiri memberikan jawaban atas segala
persoalan asasi tentang alam, manusia, dan Tuhan. Berikut bebrapa persamaan filsafat lainnya:
2.2.1
Baik
ilmu, filsafat dan agama bertujuan sekurang-kurangnya berusaha berurusan dengan
hal yang sama, yaitu kebenaran.
2.2.2
Ketiganya
mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki obyek selengkap-lengkapnya
sampai ke-akar-akarnya.
2.2.3
Ketiganya
memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara
kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan sebab-akibatnya.
2.2.4
Ketiganya
hendak memberikan sistesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
2.2.5
Ketiganya
mempunyai metode dan sistem.
2.2.6
Ketiganya
hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat
manusia (obyektivitas), akan pengetahuan yang lebih mendasar.
2.3 Perbedaan
antara Filsafat, Ilmu
pengetahuan dan Agama
Terdapat perbedaan yang mencolok antara
ketiga aspek tersebut, di mana ilmu dan filsafat bersumber dari akal budi atau
rasio manusia. Sedangkan agama bersumberkan wahyu dari Tuhan. Ilmu
pengetahuan mencari kebenaran dangan cara penyelidikan (riset), pengalaman
(empiri), dan percobaan (eksperimen). Filsafat menemukan kebenaran atau
kebijakan dengan cara penggunaan akal budi atau rasio yang dilakukan secara
mendalam, menyeluruh, dan universal. Kebenaran yang diperoleh atau ditemukan
oleh filsafat adalah murni hasil pemikiran (logika) manusia, dengan cara
perenungan (berpikir) yang mendalam (radikal) tentang hakikat segala sesuatu
(metafisika). Sedangkan agama mengajarkan kebenaran atau memberi jawaban
tentang berbagai masalah asasi melalui wahyu atau kitab suci yang berupa firman
Tuhan.
Kebenaran yang diperoleh melalui ilmu
pengetahuan dengan cara penyelidikan tersebut adalah kebenaran positif, yaitu
kebenaran yang masih berlaku sampai dengan ditemukan kebenaran atau teori yang
lebih kuat dalilnya atau alasannya. Kebenaran filsafat adalah kebenaran
spekulatif, berupa dugaan yang tidak dapat dibuktikan secara empiris, riset,
dan eksperimen. Baik kebenaran ilmu maupun kebenaran filsafat, keduanya nisbi
(relatif). Sedangkan kebenaran agama bersifat mutlak (absolut), karena ajaran
agama adalah wahyu yang diturunkan oleh yang maha benar, yang maha mutlak. Berikut beberapa perbedaan filsafat
lainnya:
2.3.1
Gambaran
umum
Ø Filsafat menghampiri kebenaran
dengan cara menuangkan (mengembarakan atau mengelanakan ) akal budi secara
radikal (mengakar) dan integral, serta universal (mengalam), tidak merasa
terikat oleh ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri yang bernama
logika.
Ø Ilmu pengetahuan mencari kebenaran
dengan jalan penyelidikan (riset, research), pengalaman (empiri), dan percobaan
(eksperimen) sebagai batu ujian.
Ø Manusia mencari dan menemukan kebenaran
dengan dan dalam agama dengan jalan mempertanyakan (mencari jawaban tentang)
berbagai masalah asasi dari atau kepada kitab suci, kodifikasi firman ilahi
untuk manusia
2.3.2
Obyek
material (lapangan)
Ø Filsafat itu bersifat universal
(umum), yaitu segala sesuatu yang ada (realita).
Ø Ilmu (pengetahuan ilmiah) itu
bersifat khusus dan empiris juga bersifat eksperimental. Artinya, ilmu hanya
terfokus pada disiplin bidang masing-masing secara kaku dan terkotak-kotak,
sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak dalam disiplin tertentu.
Ø Agama dipraktekkan oleh orang yang
beriman
2.3.3
Obyek
formal (sudut pandangan)
Ø Filsafat itu bersifat non
fragmentaris, karena mencari pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara
luas, mendalam dan mendasar.
Ø Ilmu pengetahuan bersifat
fragmentaris, spesifik, dan intensif. Di samping itu, obyek formal itu bersifat
teknik, yang berarti bahwa cara ide-ide manusia itu mengadakan penyatuan diri
dengan realita.
Ø Agama memberikan kejelasan tentang
fenomena yang terjadi
2.3.4
Cara
mendapatkan sesuatu
Ø Filsafat dilaksanakan dalam suasana
pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan, kegunaan
filsafat timbul dari nilainnya
Ø Ilmu haruslah diadakan riset lewat
pendekatan trial and error. Oleh karena itu, nilai ilmu terletak pada kegunaan
pragmatis.
Ø Agama dilakukan dengan melihat
sumber-sumber hukum agama yang terkait yang sudah dipastikan kebenarannya
karena bersumber dari Tuhan.
2.3.5
Isi
yang dimuat
Ø Filsafat memuat pertanyaan lebih
jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman realitas sehari-hari,
Ø Ilmu bersifat diskursif, yaitu
menguraikan secara logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
Ø Agama, memperjelas tentang semua
yang terjadi di alam ini bahwa semua itu adalah kehendak Tuhan yang sudah
digariskan oleh Tuhan
2.3.6
Hal
yang ditunjukan
Ø Filsafat memberikan penjelasan yang
terakhir, yang mutlak, dan mendalam sampai mendasar (primary cause)
Ø Ilmu menunjukkan sebab-sebab yang
tidak begitu mendalam, yang lebih dekat, yang sekunder (secondary cause).
Ø Agama memberikan kejelasan tentang
semua yang terjadi
2.3.7
Sumber
Ø Filsafat bersumber pada kekuatan
akal,
Ø Ilmu bersumber pada kekuatan akal
Ø Agama bersumber pada wahyu.
2.3.8
Sebab
terjadinya
Ø Filsafat didahului oleh keraguan,
Ø Ilmu didahului oleh keingintahuan,
Ø Agama diawali oleh keyakinan dan
keimanan
2.3.9
Hal
yang diungkap
Ø Filsafat mengungkapkan makna dan
kebenaran hidup
Ø Ilmu pengetahuan mengungkapkan
kebenaran hidup
2.3.10 Metode Pencapaian Kebenaran
Ø Filsafat dengan wataknya sendiri
yang menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun tentang manusia (yang
belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu, karena diluar atau di atas batas
jangkauannya), ataupun tentang tuhan.
Ø Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri
mencari kebenaran tentang alam dan manusia.
Ø Agama dengan karakteristiknya
memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia
ataupun tentang tuhan.
2.4 Hubungan
antara Filsafat, Ilmu Pengetahuan dan Agama
Sejarah umat
manusia sesungguhnya tidak pernah lepas dari usaha pencarian Tuhan. Umat
manusia melakukan pencarian demi pencarian Tuhan yang sebenarnya. Bagi sebagian
orang, agama memang menjadi jawaban. Namun demikian, sejak ratusan tahun bahkan
ribuan tahun silam, dunia telah diramaikan oleh para filsuf yang selalu
terlibat dalam pembicaraan ketuhanan (teologi), bahkan dalam wacana tentang
asal-usul alam semesta (ontologi) dan ilmu pengetahuan (epistemologi).
Manusia
menjalani liku-liku perjalanan dalam upaya mencari Tuhan. Sebagian besar dari
mereka benar-benar menemukan Tuhan. Akan tetapi, sebagian lainnya terlena dalam
impian yang tak jelas ketika mencoba memaksakan diri untuk menjangkau hakekat
Tuhan yang sesungguhnya. Mereka terlalu jauh mengembara di belantara metafisisme,
sehingga tak sedikit yang masuk ke dalam perangkap skeptisisme, bahkan ateisme.
Dalam konteks agama sikap ini tentu saja kontraproduktif, sekaligus
kontraproduktif dengan semangat keagamaan yang selalu memerintahkan manusia
untuk memikirkan hal-hal yang indrawi dan rasional ketika berbicara tentang
eksistensi, bukan esensi Tuhan sebagai Pencipta.
Namun demikian,
konstribusi filsafat dan ilmu dalam mengantarkan keimanan kepada Tuhan bukannya
tidak ada. Dalam batas-batas tertentu, filsafat dan ilmu bisa mendukung
berbagai bukti kebenaran eksistensi dan kekuasaan Tuhan yang telah banyak
diungkap oleh agama.
Pada prinsipnya antara ilmu, filsafat,
dan agama mempunyai hubungan yang erat dan saling terkait antara satu dan
lainnya. Di mana ketiganya memiliki kekuatan daya gerak dan refleksi yang
berasal dari manusia. Dalam diri manusia terdapat daya yang menggerakkan ilmu,
filsafat, dan agama yaitu melalui akal pikir, rasa, dan keyakinan. Akal pikiran
manusia sebagai daya gerak dan berkembangnya ilmu dan filsafat. Sedangkan
keyakinan menjadi daya gerak agama. Ilmu diperoleh melalui akal pikiran manusia
dari pengalaman (empiris) dan indera (riset). Filsafat mendasarkan pada
otoritas akal murni secara bebas, sedangkan agama mendasarkan diri pada
otoritas wahyu.
Hubungan lain adalah bahwa filsafat
identik dengan ilmu pengetahuan, sebagaimana juga filsuf identik dengan ilmuwan. Obyek materi ilmu
adalah alam dan manusia, dan obyek material filsafat adalah alam, manusia, dan
Tuhan. Sedangkan obyek kajian agama adalah Tuhan. Selain itu,
masih dalam kaitan antara ilmu, filsafat, dan agama, bahwa filsafat mengkaji
tentang kebijaksanaan. Manusia berusaha untuk mencari kebijaksanaan, mencari
dengan cara yang ilmiah tentang kebenaran. Akan tetapi, manusia tidak akan
sampai pada derajat bijaksana, karena hanya Tuhan sajalah yang bersifat
bijaksana. Manusia hanya berusaha untuk mencari kebijaksanaan, mencari
kebenaran, dengan cara yang ilmiah. Selain itu, segala aktivitas manusia yang
berkenaan dengan pemahaman terhadap dunia secara keseluruhan dengan jiwa dan
pikirannya merupakan bagian dari kajian filsafat. Filsafat identik dengan
agama, sama-sama mengkaji tentang kebajikan, tentang Tuhan, baik dan buruk, dan
lain-lain. Itulah sebabnya maka filsafat mempunyai hubungan yang erat dengan
agama di satu sisi dan ilmu pengetahuan di sisi lain.
Hubungan yang lebih dekat lagi, dapat
disaksikan bahwa hal-hal yang tidak terjangkau oleh akal budi (filsafat) akan terjawab
melalui wahyu atau agama. Begitu juga dengan filsafat, membahas persoalan-persoalan
yang tidak terjawab oleh ilmu pengetahuan. Dengan
demikian, antara ilmu, filsafat, dan agama dapat saling mengisi dan saling
melengkapi. Sehingga menjadi lengkaplah sudah kebutuhan manusia untuk memahami
keberadaan alam, manusia, dan Tuhan.
2.4.1
Titik Persamaan
Baik ilmu, filsafat, maupun agama
bertujuan sekurang-kurangnya sama-sama mencari kebenaran. Ilmu pengetahuan
dengan metodenya sendiri, mencari kebenaran tentang alam, termasuk tentang
manusia. Filsafat dengan wataknya sendiri pula, menghampiri kebenaran, baik
tentang alam maupun tentang manusia ataupun tentang Tuhan, yang belum atau
tidak dapat dijawab oleh ilmu, karena di luar atau di atas jangkauannya. Agama
dengan karakteristiknya sendiri pula memberikan jawaban atas segala persoalan
mendasar yang dipertanyakan manusia, baik tentang alam, tentang manusia maupun
tentang Tuhan.
2.4.2
Titik Perbedaan
Baik ilmu maupun filsafat, keduanya
merupakan hasil dari akal budi atau rasio manusia. Sedangkan agama bersumberkan
dari wahyu Allah.
Ilmu pengetahuan
mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan (riset), pengalaman (empiris), dan
percobaan (eksperimen) sebagai batu ujian. Filsafat menghampiri kebenaran
dengan cara menulangkan (mengembarakan atau mengelanakan) akal budi secara
radikal (mengakar), integral (menyeluruh) dan universal (alami atau mengalam)
tidak merasa terikat oleh ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri
bernama logika. Filsafat itu ialah rekaman petualangan jiwa dalam kosmos.
Manusia mencari dan menemukan kebenaran
dengan dan dalam agama dengan jalan mempertanyakan (mencari jawaban tentang)
pelbagai masalah asasi dari atau kepada kitab suci, kodifikasi firman ilahi
untuk manusia di atas planet bumi ini. Kebenaran ilmu pengetahuan adalah kebenaran positif
(berlaku sampai dengan saat ini), kebenaran filsafat adalah kebenaran
spekulatif (dugaan yang tak dapat dibuktikan secara empiris, riset, dan
eksperimen). Baik kebenaran ilmu maupun kebenaran filsafat, keduanya nisbi
(relatif). Sedangkan
kebenaran agama
bersifat mutlak (absolut), karena agama adalah wahyu yang diturunkan oleh yang
Maha Benar, Maha Mutlak, dan Maha Sempurna. Baik ilmu maupun filsafat, keduanya
berangkat dari sikap sangsi atau tidak percaya. Sedangkan agama mulai dengan
sikap percaya atau beriman.
2.4.3
Titik Singgung
Tidak semua masalah yang dipertanyakan
manusia dapat dijawab secara positif oleh ilmu pengetahuan, karena ilmu
terbatas, terutama oleh subyeknya (sang penyelidik), oleh obyeknya (baik obyek
material maupun obyek formalnya) dan juga oleh metodologinya. Tidak semua
masalah yang tidak atau belum terjawab oleh ilmu, lantas dengan sendirinya
dapat dijawab oleh filsafat. Jawaban filsafat sifatnya spekulatif dan juga
alternatif tentang suatu masalah asasi yang sama terdapat pelbagai jawaban
filsafat (para filosof) sesuai dan sejalan dengan titik tolak sang ahli
filsafat itu.
Agama memberi
jawaban tentang banyak (berbagai) soal
asasi yang sama sekali tidak terjawab oleh ilmu yang dipertanyakan, namun tidak
terjawab secara bulat oleh filsafat.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara etimologis (asal-usul kata) filsafat berasal dari
kata yunani philia (=love, cinta) dan sophia (=wisdom, kebijaksanaan). Jadi
ditinjau dari pada arti etimologis istilah ini berarti cinta pada kebjaksanaan.
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan
yang berasal dari pengamatan, studi dan pengalaman yang disusun dalam satu
system untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang hal yang sedang dipelajari.
Agama adalah sistem yang mengatur
tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta
tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta
lingkungannya.
Baik ilmu, filsafat, maupun agama
juga mempunyai hubungan lain. Yaitu ketiganya dapat digunakan untuk memecahkan
masalah pada manusia. Karena setiap masalah yang di hadapi hadapi oleh manusia
sangat bermcam-macam. Ada persoalan yang tidak dapat diselesaikan dengan agama
seperti contohnya cara kerja mesin yang dapat dipecahkan oleh ilmu pengetahuan.
Ilmu dan filsafat, kedua-duanya dimulai dengan sikap sangsi atau tidak percaya.
Sedangkan agama dimulai dengan sikap percaya dan iman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar